Makalah Profesi Guru "Membuka Kebebasan Berpikir Guru Sebagai Sebuah Keniscayaan"

MAKALAH PROFESI GURU

“MEMBUKA KEBEBASAN BERPIKIR GURU SEBAGAI SEBUAH KENISCAYAAN”

OLEH : WHINDA J. BATA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pada abad ketiga terdapat tiga perubahan sosial yang sangat berpengaruh pada kehidupan umat manusia yaitu proses globalisasi, demokratisasi, dan kemajuan teknologi informasi. Keseluruhan perubahan tersebut mempengaruhi proses pendidikan. Proses globalisasi pada dewasa ini telah banyak mengubah tingkah laku manusia, lembaga-lembaga sosialnya, serta hubungan antarmanusia lainnya. Proses pendidikan yang sebelumnya terbatas dalam lingkungan keluarga atau masyarakat lokal maupun nasional kini berubah pandangannya kepada lingkungan global. Dan proses globalisasi tersebut mengakibatkan lahirnya gerakan yang menuntut hak-hak asasi manusia yang secara umum digambarkan dengan semakin gencarnya proses demokrasi.
Demokrasi dalam ranah pendidikan adalah gagasan atas pandangan hidup yang mengutamakan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara dalam berlangsungnya proses pendidikan. Dalam proses tersebut, dunia pendidikan dituntut pula untuk berkembang dinamis mewujudkan manusia kritis dan kreatif yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita uraikan dalam makalah ini, yaitu:
1.    Bagaimana identitas profesi itu?
2.    Bagaimana hubungan pendidikan dan demokrasi?
3.    Bagaimana pendidikan demokratis itu?
4.    Mengapa guru bukan sekedar “Oemar Bakri”?
5.    Bagaimana profesionalisasi guru sebagai tenaga kependidikan?
C.       Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui identitas profesi
2.      Mengetahui hubungan pendidikan dan demokrasi
3.      Mengetahui bagaimana pendidikan demokrasi
4.      Mengetahui bahwa guru bukan sekedar “Oemar Bakri”
5.      Mengetahui profesionalisasi guru sebagai tenaga kependidikan



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Identitas Profesi
Disiplin ilmu yang khusus mempelajari mengenai kebijakan publik adalah Ilmu Administrasi Publik. Dalam disiplin ilmu ini, mahasiswa atau para pakarnya, consent dalam menkaji, mempelajari, dan menganalisis kebijakan publik yang ada. I lingkungan pendidikan, ada yang disebut dengan Analisis Kebijakan Pendidikan. Adalah Nanang Fatah, Ace Suryadi dan HAR Tilaar, yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah kebijakan publik dalam pendidikan. Dalam karya-karya tersebut ditegaskan bahwa sebagai masalah publik, penyelenggara pendidikan di Indonesia tidak lepas dari keputusan-keputusan publik atau administrarif.
Pada tingkat satuan pendidikan, di setiap satuan kerja atau sekolah, ada dua kelompok utama yang bekerja. Satu kelompok disebut guru, dan satu kelompok lagi TU. Khusus untuk kelompoik TU, disebut sebagai tenaga administrasi. Mereka menjelankan seluruh kegiatan administrasi, dan disebut sebagai pegawai struktural. Sedangkan kelompok guru, disebu sebagai kelompok tenaga fungsional.
Perlakuan perundangan terhadap kedua kelompok ini jelas berbeda. Tenaga fungsional memiliki sejumlah pembedaan dari tenaga struktural. Misalnya saja, usia pensiun tenaga stuktural (55 tahun) jauh lebih cepat dibandingkan dengan tenaga fungsional (60 tahun). Hal itu, menunjukkan ada poerbedaan karakter atau budaya kerja pegaai yang bertugas di lingkungan struktural dan fungsional.
Guru adalah tenaga fungsional dan guru adalah tenaga profesional. Sebagai seorang yang profesional, guru memiliki  kode etik profesi, atau budaya kerja profesi. Dalam menjalankan tugasnya, guru mengacu pada kode etik profesi atau tugas-tugas profesional.
Salah satu kode etik profesi itu, meminjam istilah Noegroho Notosoesanto, seorang tenaga profesi sebagai dosen, dan gruru besar, yaitu memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar. Dengan kebebasan inilah, profesionalisme tenaga pendidikan dapat diaktulisasikan secara optimal.
Seorang guru memiliki kebebasan mimbar. Artinya, di setiap forum, guru memiliki hak untuk mengemukakan pandangan-pandangannya sesuai dengan paradigma berpikirnya sendiri. Dengan kata lain, seorang guru memiliki hak untuk menggunakan kelas sebagai ruang ekspresi pemikirannya tanpa harus dikendalikan oleh Kepala Sekolah atau Kepala Kementrian sekalipun. Apa pun yang di lakukan guru di dalam kelas dalam hal mengajar adalah hak otonom dari seorang guru. Tidak boleh diintervensi atau dikendalikan dengan model-model instruksional dari penguasa.
Kebebasan akademik guru adalah mrenyampaikan pandangan mengenai materi ajar, dan/atau interprestasi terhadap fenomena kehidupan sesuai dengan paradigma keilmuannya. Seorang guru adalah seorang profesional. Pola pikir dan produk pemikirannya tidak boleh dikekang. Pengekangan pemikiran kelompok guru ini, bukan saja bertentangan dengan etika profesi, tetapi juga melanggar prinsip demokrasi pendidikan, atau hak kebebasan berpikir.
Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik berpikir, merupakan hak asasi yang perlu dilindungi dalam pengembangan profesi guru atau tenaga pendidik. Mustahil profesi ini akan berkembangan dengan baik, jika ada pengekangan terhadap tradisi berpikir. Apa pun iterprestasi kita terhadap hal ini, namun hal yang pasti bahwa kebebasan berpikir itu merupakan salah satu hak asasi manusia, khususnya hak asasi seorang guru.
Layaknya kiranya diapresiasi, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Pasal 41, yang menyatakan bahwa Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Guru adalah PNS. Guru adalah abdi negara. Guru adalah aparatur pemerintah. Tetapi, dengan karakter fungsionalitasnya, dan hak yang luas dalam pengembangan kebebasan berpikirnya, serta kebebasan akademiknya, maka karakter pekerjaan guru berbeda dengan karakter pekerja biokrasi.
Usaha pembebasan guru, tenaga pendidik, atau tenaga profesi dari birokrasi, menjadi sangat penting, guna mngoptimalkan peran dan fungsi profesionalismenya itu sendiri. Artinya, bila para penguasa sudah masuk pada wilayah profesi, organisasi profesi, maka otonomi profesionalisme itu, harus dijunjung tinggui. Karena, otonomi profesionalisme itulah yang akan menjadi identitas kelompok profesional itu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
B.       Hubungan Pendidikan dan Demokrasi
Dalam perspektif studi cultural, system pendidikan merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem budaya, sosial, politik, dan ekonomi sebagai suatu kebutuhan. System Negara dan pendidikan merupakan sistem yang terintegrasi dalam sistem kekuasaan. Dalam kaitan ini, terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dan demokrasi yaitu:
1.        Pendidikan sebagai sarana perubahan budaya masyarakat
                 Masalah pendidikan tidak lepas dari kebudayaan suatu masyarakat dan politik di dalamnya. Proses pendidikan bersifat dinamis yang menggerakkan dan merubah nilai-nilai suatu masyarakat sesuai dengan perubahan kehidupan yang ada. Pendidikan dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kebudayaan masyarakat lokal maupun nasional dengan dinamika yang ditentukan oleh kemampuan-kemampuan pribadi sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, tanpa pendidikan tidak mungkin suatu masyarakat dapat merubah budaya dan negaranya ke arah yang lebih baik.
2.        Pendidikan sebagai pelaksana kekuasaan negara
                 System pendidikan dapat merubah gaya hidup suatu masyarakat karena dapat merubah tingkah laku seseorang dalam berpikir yang lebih terbuka. Dalam pandangan studi cultural, peran Negara dapat bersifat positif apabila lembaga-lembaga pendidikan juga mempunyai control terhadap pelaksanaan kekuasaan Negara. Masyarakat berhak ikut serta dalam setiap proses pelaksanaan pendidikan sejak pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi lembaga pendidikan.
                 Atas dasar tersebut, pembangunan suatu mayarakat hanya dapat terjadi apabila masyarakat itu sendiri mempunyai sikap demokratis, kesatuan bangsa atau nasionalisme, dan rasa persatuan. Masyarakat akan kritis terhadap kebijakan yang dimunculkan oleh penguasa. Dan dari sikap kritis tersebut akan menjadi benih bagi demokratisasi penyelenggaraan Negara.
3.        Tujuan otonomi pendidikan yang sejalan dengan Negara demokratis
                 Hakikat pendidikan demokratis sendiri adalah pemerdekaan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam suatu Negara yang demokratis adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan, dan berbagai perbudakan lainnya. Hal ini sejalan dengan tujuan otonomi pendidikan yang memberdayakan manusia melalui otonomi lembaga-lembaga pendidikan di masyarakat baik dalam bentuk pendidikan Negara maupun pendidikan swasta. Eksistensi pendidikan swasta menunjukkan dengan jelas bahwa antara politik dan pendidikan saling berkaitan. Keterkaitan ini menandakan bahwa politik tidak lepas dari pendidikan dan demikian pula pendidikan tidak bisa lepas dari politik.
                 Seorang tokoh demokrasi dan pendidikan, John Dewey juga melihat hubungan yang begitu erat antara pendidikan dan demokrasi. Dewey mengatakan bahwa apabila kita berbicara mengenai demokrasi, maka kita memasuki wilayah pendidikan. Menurutnya pendidikan merupakan sarana bagi tumbuh dan berkembangnya sikap demokrasi. Oleh karena itu pendidikan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan Negara yang demokratis.
C.       Pendidikan Demokratis
Masyarakat pada saat ini adalah masyarakat berperadaban maju yang mempunyai nilai-nilai luhur dan menghasilkan suatu budaya yang baik. Untuk mewujudkan masyarakat tersebut menuntut suatu pendidikan yang sesuai, yaitu pendidikan yang mampu membangun kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam membangun masyarakat sendiri. Pendidikan yang dimaksud harus mampu mengembangkan seluruh potensi peserta didik, menghargai kemuliaan manusia (dignity) dengan kebebasannya, mengakui adanya keanekaragaman, mengakui persamaan hak, dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Pengembangan potensi peserta didik secara optimal hanya dapat terlaksana melalui otonomi pendidikan yang merupakan syarat mutlak bagi tumbuhnya suatu system pendidikan yang membebaskan. Implementasi dari tumbuh kembangnya otonomi pendidikan adalah otonomi daerah sebagai wadahnya. Otonomi pendidikan disini dalam prosesnya berarti pengakuan terhadap individualitas peserta didik dan ikut sertanya masyarakat sebagai pengguna pendidikan termasuk orang tua dan pemuka masyarakat.
Dalam analisis Dewey, pendidikan demokratis menghendaki adanya partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dengan prinsip andragogi. Konsep ini berusaha mengembangkan potensi peserta didik dengan cara diberi umpan dan kail, kemudian dibimbing mencari ikan sendiri, bukan langsung diberi ikan tanpa proses pemancingan. Dengan demikian, demokrasi pendidikan lebih menekankan pada nilai-nilai kebebasan.
Pendidikan demokratis dipandang dari aspek tujuannya adalah untuk menghasilkan manusia-manusia yang merdeka, berpikir kritis, serta toleran dengan pandangan dan prakrik demokrasi. Pendidikan demokratis menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, terbiasa mendengar dan menghargai pendapat orang lain dengan baik, terbiasa bergaul dengan rakyat, serta ikut memiliki dan merasakan suka duka dengan masyarakat. Ujung dari proses demokratisasi pendidikan ini, akan mendorong lahirnya lulusan pendidikan yang berkualitas.
D.      Guru bukan Sekedar Oemar Bakri
Di Indonesia, sejarah guru justru sempat pasang surut. Profesi mulia ini lama tidak begitu digubris. Disepelekan. Guru menjadi pekerjaan alternatif. Sebab menjadi guru berarti miskin. Potret guru masa lampau itu jelas terekam dalam senandung Oemar Bakri, karya Iwan Fals. Guru adalah sosok tua ringkih, berpakaian lusuh, berkacamata minus dan mengendarai sepeda kumbang di jalan berlubang. Tentu saja, dengan gaji yang minim. Satu-satunya yang menghibur para Oemar Bakri saat itu adalah gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Anehnya, di tengah keterbatasan itu, para guru tetap bekerja tanpa kenal lelah. Tidak terhitung lagi berapa banyak tokoh-tokoh penting di negara ini yang lahir berkat para guru Oemar Bakri.    
Belakangan, terutama sejak lima tahun terakhir, nasib guru mengalami perbaikan. Gaji guru bukan hanya naik tapi juga digandakan lewat tunjangan profesi. Perawakan guru sontak berubah. Jauh dari kesan Oemar Bakri. Sudah jarang, bahkan mungkin tak ada lagi guru yang bersepeda kumbang. Sepeda-sepeda itu sudah tergantikan dengan sepeda motor bahkan mobil yang meluncur di aspal mulus. Berpakain lusuh apalagi. Dengan pendapatan yang kian membaik, banyak guru yang bahkan tampil lebih modis daripada pekerja bank.
Namun kita berharap perbaikan nasib guru itu berbanding lurus dengan perbaikan mutu pendidikan di negeri ini. Guru harus tetap menjadi penyelamat generasi, teladan dan juga tonggak bagi masa depan bangsa. Guru harus benar-benar fokus dalam mendidik siswa dan tidak lagi mengejar pekerjaan sampingan yang membuat profesi intinya terabaikan. Guru juga harus lebih memahami teori dan praktek proses belajar mengajar yang baik agar melahirkan siswa-siswa yang cerdas secara keilmuan, mental dan ruhaninya. Sebab, masa depan bangsa ini masih tetap berada di tangan para guru. Jika guru berkualitas maka yang akan lahir adalah generasi harapan bangsa. Tapi jika guru tidak profesional, maka generasi mendatang sudah pasti kelam. Sebab, guru tidak hanya bertanggung jawab secara akademis untuk meraih nilai bagus dan tinggi, tapi juga bertanggung jawab secara moral untuk mendidik dan menuntun siswa-siswinya memiliki etika, moral dan akhlak mulia.  
Di tengah gaji yang membaik itu, seorang guru bukan tanpa masalah, karena guru masih disibukkan dengan beberapa hal. Pertama, perubahan Kurikulum 2013 yang lebih detail dan rumit. Banyak guru yang mengeluh, sebab banyak pemateri saat sosialisasi yang tidak begitu paham dengan isi Kurikulum 2013. Belum lagi, tarik ulur terkait ujian nasional (UN) apakah tahun depan masih akan diberlakukan ataukah dihapuskan, bahkan di jenjang SMA, apakah akan menjadi salah satu pertimbangan (kompenen) untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) atau tidak.
Kedua, tak jarang guru akan mendapatkan caci maki ketika nilai akademis siswa tidak sesuai yang diharapkan, bahkan ketika seorang siswa menyimpang dari etika. Padahal, kalau kita mau jujur, pendidikan anak-anak (siswa) tidak hanya menjadi tanggung jawab seorang guru, tapi semua komponen, termasuk orang tua dan lingkungan sekitar. Baik buruknya masa depan generasi muda tidak hanya ada di tangan seorang guru, tapi banyak pihak.
E.       Profesionalisasi Guru sebagai Tenaga Kependidikan
Membuka ruang kebebasan berpikir harus dikembangkan seiring dengan dikembangkannya kebijakan profesionalisasi tenaga pendidikan. Profesionalisasi tenaga kependidikan dapat diartikan sebagai upaya atau proses untuk meningkatkan keahlian tenaga kependidikan sehingga menjadi tenaga yang perofesional dalam bidangnya. Tantangan  dan masalah bagi tenaga kependidikan adalah pesatnya globalisasi dan persaingan dunia yang semakin ketat. Pada saat ini sepenuhnya telah menjadi bagian global dunia dengan segala konsekuensinya, termasuk globalisasi kesempatan kerja bagi tenaga-tenaga dari lain Negara dan sebaliknya, maka profesionalisme guru tidak dapat dipandang sebagai ukuran setempat atau ukuran nasional. Dengan demikian maka pendidikan penjabatan guru pada Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan perlu ditingkatkan kompetensinya sehingga dapat beradaptasi secara eksternal. Meningkatkan standar kualifikasi guru bukan persoalan yang sederhana, menyangkut berbagai faktor yang sangat kompleks, mulai dari kualitas rekrutmen, proses pendidikan guru, hubungan kelembangaan, kerja sama dengan sekolah, pendidikan-penelitian yang mendukung, dan termasuk upaya standarnsasi profesionalitas guru. Faktor eksternal menimbulkan kompetensi yaitu persaingan antar bangsa, antar wilayah, antar lembaga, serta antar individu. Kompetensi yang paling akhir menuntut setiap individu agar senantiasa berusaha mengembangkan dirinya. Globalisasi menuntut kemampuan individu yang mampu berkompetensi untuk meraih peluang dan mengelola tantangan yang timbul sebagai konsekuensi dari globalisasi tersebut. Salah satu indikator kondisi tersebut adalah perubahan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang merambah ke segala sektor kehidupan, perubahan tersebut tidak ada jalan pintas kecuali mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan mandiri yang mampu menjawab perubahan tersebut. Jika mengajar dipandang sebagai suatu profesi maka pekerjaan guru itu dilaksanakan kepada pengetahuan tentang mengajar. Menurut konsep ini seorang guru profesional bukan hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaanya, tetapi ia juga diharapkan mampu menganalisis dan mendiagnosa situasi mengajar dan menyesuaikan cara-cara mengajarnya dengan kebutuhan dan keadaan siswanya. Pekerjaannya mengacu kepada standar profesi yang ditentukan oleh kolega atau organisasi profesinya. Pekerjaan mengajar mencerminkan sifat interakftif dan kompleks, mengacu kepada standar profesi yang berlandaskan ilmu tentang mengajar, dan menunjukkan bukti tentang pengetahuan dan kemampuannya dalam mengajar. Sebagai pendidik profesional para guru harus memperbaharuhi orientasi dan menginterprestasi profesinya sesuai tuntutan perubahan zaman. Kebutuhan akan pengembangan profesional bagi tenaga kependidikan adalah mutlak dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi berbagai masalah yang muncul dihadapan mereka dalam menjalankan tugas. Kemajuan yang begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi akan membawa dampak dalam berbagai aspek kehidupan termasuk guru harus berupaya menyesuaikan dan mengembangkan diri secara profesional agar mereka dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien.
Pengembangan profesional tenaga kependidikan diartikan sebagai kebijakan, prosedur dan aktivitas yang membantu seseorang untuk memiliki kompetensi personal, akademik, dan sosial dengan tujuan menciptakan kondisi dan iklim kerja kondusif yang ditampilkan dalam kepuasan kerja. Upaya pengembangan tenaga kependidikan dengan tujuan memperoleh masukan bagi perbaikan, perluasan, pendalaman, dan penyempurnaan aktivitas yang menyangkut penyelenggaran kegiatan, pendidikan serta sarana dan prasarana penunjangannya.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
      

B.       Saran
Diharapkan setelah mempelajari dan memahami makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui identitas profesi, mengetahui hubungan pendidikan dan demokrasi, mengetahui bagaimana pendidikan demokrasi, mengetahui bahwa guru bukan sekedar “Oemar Bakri” dan mengetahui profesionalisasi guru sebagai tenaga kependidikan

DAFTAR PUSTAKA

SHARE ON:

Hello guys, I'm Tien Tran, a freelance web designer and Wordpress nerd. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae.

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar