MAKALAH PANAS DAN PERPINDAHANNYA
"APLIKASI PERPINDAHAN DALAM INDUSTRI PANGAN"
OLEH :
WHINDA J. BATA
SHALLY RAHMAWATI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pangan merupakan
salah satu kebutuhan primer yang sangat penting bagi kehidupan. Manusia tidak
dapat hidup apabila tidak ada yang dapat dikonsumsinya, Sehingga Pengolahan
pangan sangat penting untuk kita ketahui serta bagaimana pengaruhnya terhadap
pemenuhan gizi dalam masyarakat, Sehingga tidak mengherankan jika semua negara
baik negara maju maupun yang sedang berkembang seperti negara Indonesia, selalu
berusaha untuk menyediakan bahan pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Salah
satu caranya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan
yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Dengan
berkembangannya zaman dan seiring kemajuan teknologi, manusia mulai melakukan
perubahan-perubahan cara mengolah makanan menjadi lebih baik dari sebulmnya,
Hal ini bisa dikarenakan semakin lama kehidupan manusia semakin sibuk sehingga
tidak mempunyai waktu untuk melakukan pengolahan dan saat sekarang manusia
lebih menyukai makanan yang instan. Salah satu cara pengolahan bahan pangan
yaitu dengan penggunaan panas, tujuan dari penggunaan panas agar makanan enak
dimakan dan mempunyai daya simpan yang lebih lama.
Dalam pemanasan
ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu destruksi mikroorganisme dan
Inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki, cara pengolahan bahan pangan dengan
panas ada beberapa macam yaitu Blansing, Pasteurisasi, dan Sterilisasi.
BAB
II
ISI
A.
Sterilisasi
1.
Pengertian
Strelisasi
Sterilisasi adalah proses
membebaskan bahan pangan dari semua mikroorganisme termasuk bakteri, spora
bakteri,kapang dan virus, menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu tertentu.
Untuk membunuh
semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh,
pada kondisi normal. Sterilisasi yang tidak baik juga dapat menghasilkan
penyebaran infeksi bakteri dan virus seperti hepatitis dan HIV.
Proses Sterilisasi lebih intens
dari proses pasteurisasi yang menggunakan suhu diatas 1000oC dengan
waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh terhadap penampakan dan rasa
dari produk.
2.
Macam-Macam
Sterilisasi
a.
Sterilisasi
Termal
Proses termal merupakan
serangkaiaan proses yang harus dilakukan secara akurat dan hati-hati untuk
menjamin keamanan produk. Masalah utama yang berkaitan dengan produk kaleng
untuk produk pangan berasam rendah adalah pembentukan toksin botulium. Toksin tersebut
dihasilkan oleh mikroorganisme c.botulinum. penyakit yang disebabkan oleh
toksin botulin disebut botulisme. Pencegahan pembentukan toksin botulin
merupakan tujuan utama dari proses pengalengan. Sterilisasi termal merupakan
unit pengolahan., yaitu produk pangan diberi perlakuan panas menggunakaan suhu
tinggi dan waktu tertentu un tuk mendestruksi mikroba dan aktivitas
enzim. Akibatnya, produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang lama
lebih dari enam bulan. Perlakuan panas yang ekstrem selama sterilisasi
mengakibatkan perubahan nutrisi dan sifat sensori produk pangan. Oleh karena
itu, teknik sterilisasi terus dikembangkan untuk mengurangi kerusakan nutrisi dan
mutu sensori produk pangan, termasuk pengembangan teknologi sterilisasi
nontermal.
b.
Sterilisasi
Komersial
Sterilisasi Komersial (Ditujukan
untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal
atau suhu ruang, perlu kita ingat ada beberapa organisme yang juga dapat
bertahan pada suhu tinggi.). Sterilisasi komersial ,merupakan proses
sterilisasi dengan tujuan membunuh suatu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
produk pangan pada kondisi suhu ruang. Produk yang diproses melalui
sterilisasi komersial, aseptis, dan dikemas secara hermetis biasa
dikategorikaan sebagai produk kaleng walaupun kemasan yang digunkan tidak
terbatas pada kaleng saja melainkan dapaat berupa kemasan yang lain,
sepertiretort pouch dan gelas jar. Berbeda dengan sreilisasi total yang
biasa di terapkan dalam dunia medis atau kedokteran, Sterilisasi komersial
tidak sepenuhnya membunuh mikroba karena masih terdapat mikroba karena masih
terdapat beberapa mikroba yang masih dapat hidup secara sterilisasi. Akan
tetapi, kondisi dalam kaleng selama distribusi, pemasaran, dan penyimpanan yang
aseptis dan vakum, maka mikroba tersebut tidak dapat hidup dan berkembang biak.
Pemberian panas yang tidak
mencukupi menyebabkan penyebaran penigkatan resiko kerusakan dan keamanan pangan
akibat mikroba yang ada menjadi aktif kembali. Untuk menghindari hal tersebut,
proses sterilisasi yang di terapkan di industry pangan di rancang secara khusus
untuk mencapai kondisi sterilisasi komersial yang
aman.
Pemanasan Sterilisasi komersial
umum dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal
dengan bahan pangan berasam rendah. Bahan pangan berasam rendah memiliki pH
> 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan
ikan serta sayuran seperti buncis dan jagung. Makanan berkadar asam tinggi
memiliki pH < 3,5, dan Berkadar asam sedang pH 3,5-4,5.
Apabila pada kondisi penyimpanan
yang benar, spora yang tahan terhadap suhu tinggi tidak dapat berkembang dan
sebaliknya apabila suhu penyimpanan salah maka spora tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada makanan kaleng, Clostridium botulinun menjadi target utama dari
proses sterilisasi komersial. Untuk pangan yang PH diatas 6,4 Atau AWN
diatas 85 % ketidak cukupan proses sterilisasi akan menyebabkan spora
Clostridium botulinun tumbuh serta dapat meghasilkan toksin botulin yang sangat
mematikan didalam makanan kaleng. Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan
tergantung juga pada wadah apa yang digunakan, kondisi ( Jenis, Komposisi,
Kekeantalan) bahan pangan, Resistensi mikroorganisme dan enzim terhadap panas,
pH bahan makanan, ukuran wadah / kemasan yang disterilkan.
Dapat dicontohkan seperti, proses
sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek dari proses sterilisasi
kornet. Cairan atau kuah soup akan membantu mempercepat proses pemindahan panas
(Heat transfer)secara konvensi, sedangkan pada sterilisasi kornet proses
perpindahan panas secara konduksi sehingga proses pemanasan berjalan lambat.
Produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat disimpan
pada suhu ruang.
Dengan demikian, sterilisasi
komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di
dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam
kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial.
Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses
dengan pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk
susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan
dalam lingkungan yang juga aseptik.
3.
Proses
Sterilisasi
1)
Sterilisasi
Dalam Kemasan
Sterilisasi produk pangan dalam
kemasan, seperti kaleng, gelas, atau retort pouch, dilakukan dengan
tahapan pengisian, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi, dan
pendinginan. Tahap pengisian dilakukan setelah produk pangan di blansing untuk
sayuran dan buah-buahan atau di beri perlakuan pra pemasakan untuk produk
hewani. Pada proses pengisian, medium penghantar panas sekaligus dimasukan
kedalam wadah kemasan. Medium tersebut selain sebagai penghantar panas juga
berperan sebagai bumbu atau pemberi rasa, seperti larutan garam, laerutan gula,
dan saus.
Proses pengeluaran udara atau
exhausting kemudian dilakukan sebelum penutupan
atau sealing. Tujuannya adalah mengeluarkan udara dalam kemasan untuk
mencega pemuaian yang berlebihan ketika kemasan dan produk pangan dipanaskan.
Penghilangan oksigen juga bertujuan mencegah korosi dan perubahan oksidatif
produk pangan. Uap air digunakan untuk mengeluarkan udara. Ketika didinginkan,
uap air tersebut mengembun pada permukaan produk sehingga kondisi vakum
tercipta.
Pengeluaran udara dapat dilakukan
melalui cara berikut ini :
a)
Pengisian
panas dalam (hot filling) produk pangan kedalam kemasan. Tehnik ini biasa
digunakan sebagai perlakuan pemanasan awal yang dapat menurunkan
waktu proses.
b)
Pengisian
produk pangan dalam kondisi dingin (cool filling) kemudian dilakukan pemanasan
kemasan dan isinya pada suhu 80-95
dengan
tutup kemasan sebagian terbuka.
c)
Penghilaangan
udara secara mekanis menggunakan pompa vakum.
d)
Penghilangan
udara menggunakan uap air, yaitu aliran uap air dilewatkan pada kemasan sebelum
penutupan. Metode ini paling sesuai untuk produk pangan yang berwujud cair
karena biasanya terdapat sejumlah udara yang terperangkap dan permukaan datar
sehingga tidak mengganggu aliran uap air.
Daya
simpan produk pangan hasil sterilisasi bergantung pada kemampuan kemasan untuk
melindungi produk pangan secara sempurna dari pengaruh lingkungan tempat
penyimpanan. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk sterilisasi dapat berupa
logam atau kaleng, botol atau gelas selai, kemasan retort
pouch fleksibel atau nampan ( tray ) yang bersifat kaku. Penutupan kemasan
kaleng di lakukan secara khususs dengan tehnik penutupan ganda atau dikenal
dengan doble seamer. Tujuanya adalah untuk menjamin bahwa tutup tidak mengalami
kebocoran yang dapat berakibat kehilangan kondisi vakum dan aseptis.pada proses
sterilisasi, panas dipindahkan dari uap air atau air bertekanan tinggi menuju
kemasan yang mengandung produk pangan. Pada umumnya , koefisien pindah panas
permukaan kemasan sangat tinggi dan tidak menjadi factor pembatas pada proses
pindah panas. Factor-faktor penting yang mempengaruhi laju penetrasi panas
kedalam produk pangan adalah jenis produk, ukuran kemasan,
suhu retort atau sterilizer, bentuk kemasan, dan jenis kemasan.
Cairan
yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang mengandung gula, garam
fosfat, ammonium, trace metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum
ada dua cara sterilisasi cairan yaitu dengan panas dan disaring
(filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan di dalam autoclave, di
mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk
mencapai temperatur 121 derajat C dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig).
Durasinya bervariasi, namun umumnya diinginkan cairan dipertahankan pada 121
derajat C selama minimal 15 menit. Jika termasuk waktu
untuk heating dan cooling steps, total waktu berkisar 1-2 jam
tergantung volume cairan yang disterilisasi. Terkadang temperatur
bisa diset pada 134 derajat C (untuk medis).
Unsur
kritis kedua dalam menjamin proses pengolahan aseptis yang berhasil adalah
proses sterilisasi kemasan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk bisa
melakukan proses sterilisasi kemasan secara kering. Salah satu yang populer dan
terbukti efektif adalah sterilisasi menggunakan H2O2.
2)
Sterilisasi
Produk
Salah satu keuntungan dari proses
pengolahan aseptis adalah bisa dilakukannya sterilisasi secara terpisah; antara
sterilisasi produk dan sterilisasi kemasan. Hal ini memungkinkan dilakukannya
sterilisasi secara sinambung (continuous) dengan menggunakan alat penukar panas
atau bahkan dengan pemanasan langsung, sehingga pemanasan bisa dilakukan pada
suhu yang sangat tinggi dan waktu yang sangat singkat. Pemanasan demikian
sering disebut sebagai pemanasan ultrahigh temperature atau beberapa literatur
juga menyebutkan sebagai ultra-heat treatment yang dua-duanya sering disingkat
sebagai UHT. Umumnya, UHT adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (> 135oC
– 150oC) tetapi pada waktu hanya sekitar 2-15 detik. Pemanasan
demikian, mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai kondisi
sterilitas produk yang diinginkan dan sekaligus mampu meminimalkan tingkat
kerusakan mutu (tekstur, warna, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk
pangan yang populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari
buah, teh, sup, dan produk pangan cair lainnya.
Secara umum, proses sterilisasi
secara sinambung dapat disajikan secara skematis dimana pemanasan
dan pendinginan dilakukan dengan menggunakan alat penukar panas (heat
exchanger; HE). Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan sistem pemanasan
terpisah ini, antara lain adalah (i) proses dapat berjalan dengan sinambung,
(ii) proses pemanasan dan pendinginan yang cepat, karena bahan pengemas tidak
menjadi penghalang, (ii) beberapa skema konservasi energi dapat diaplikasikan
pada sistem ini, dan sekaligus (iv) meningkatkan jumlah pilihan bahan dan
sistem pengemasan.
3)
Sterilisasi
zona Aseptik
Kondisi zona aseptis, yaitu area
atau ruangan steril dimana proses pengisian produk steril ke dalam kemasan
steril akan dilakukan. Zona jelas akan mempengaruhi keberhasilan proses
sterilisasi secara keseluruhan. Pada dasarnya keseluruhan area atau zona
aseptis perlu disterilkan, dengan menggunakan sterilan yang aman dan efektif.
Sterilan yang sering digunakan adalah uap panas dan/atau H2O2 yang disemprotkan
secara homogen ke seluruh permukaan di zona aseptis. Sering sterilan H2O2 juga
dibantu dengan uap panas, untuk memastikan tingkat sterilitas yang diinginkan.
Hal penting lain dalam kaitannya dengan zona aseptis ini adalah bahwa kondisi
steril ini harus dipastikan terpelihara dengan baik selama proses berlangsung.
4)
Strerilisasi
Suhu Ultra Tinggi (UHT, Ultrahigh Temperature)
Masalah utama pada sterilisasi
pada produk pangan yang berwujud padat atau kental adalah laju
penetrasi panas yang rendah sehingga waktu proses lama. Hak ini berakibat pada
kerusakan komponen nutrisi pada bagian pangan yang terletak dekat permukaan
kemasan. Metode untuk meniungkatkan laju pindah panas adalah penggunaan kemasan
yang tipis dan agitasi seperti yang telah di jelaskan. Peningkatan
suhu retort juga menyebabkan waktu proses yang lebih pendek sehingga
kerusakan nutrisi dan perubahan sensori dapat di kurangi.
Suhu yang lebih tinngi dengan
waktu proses yang lebih pendek dapat di lakukan jika produk pangan di
sterilisasi sebelum di kemasa dalam kemasan yang telah disterilisasi. Metode
ini merupakan dasar proses UHT yang juga di sebut pengolahan aseptis (aseptic
processing). Metode ini telah di terapkan untuk produk pangan
berwujud cair, seperti susu, jus, kosentrad buah, dan krim; serta
produk pangan yang mengandung parkulat diskret seperti makanan bayi, sous
tomat, sayuran dan buah-buahan, serta sup. Kualitas produk UHT serta dengan
produk yang diawetkan dengan iradiasi dan pendinginan. Akan tetapi, produk UHT
mempunyai umur simpan yang lebih pendek jika disimpan tanpa pendinginan yaitu
kurang dari 6 bulan.
Keuntungan metode UHT yang lain
di bandingkan pengalengan adalah ukuran kemasan bebas, harga kemasan lebih
murah, produktifitas tinggi karena dapat di proses secara otomatis, dan energy
lebih efisien. Metode UHT bersifat ekonomis untuk pengolahn karena berbeda
dedngan proses pasteurisasi.
Keterbatasan utama metode UHT adalah
biaya operasional yang tinggi dan pengolahan lebih kompelks. Metode UHT harus
di lengkapi dengan peralatan sterilisasi kemasan, termasuk tengki dan pipa yang
di jamin steril, kondisi lingkungna pengolahan damn permukaan mesin pengisi
yang steril, dan keterampilan pekeja yang tinggi.
Selain efektif membunuh mikroba,
sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik juga menjamin nilai gizi produk
pangan. Dan setelah dibandingkan, tingkat kerusakan setelah proses sterilisasi
UHT lebih kecil dibandingkan sterilisasi biasa (pemanasan dalam botol).
4.
Pengaruh
Sterilisasi Terhadap Karakteristik Produk Pangan
Tujuan sterilisasi stermal adalah
memperpanjang umur simpan produk pangan dengan tetap meminimumkan perubahan
nutrisi dan sensori produk. Perrbedaan nilai mikroorganisme, enzim serta
kompoinen nutrisi dan sensori produk pangan diperhatikan untuk mendapatkan
kondisi proses sterilisasi dinasi suhu obtimum.
1)
Perubahan
Warna
Kombinasi suhu dan waktu yang
digunakan dalam pengalengan mempengaruhi pigmen dalam produk pangan. Sebagai
contoh pigmen oksimioglobin yang berwarna coklat, dan mioglobin yang berwarna
keunguan di ubah menjadi miohemigromogen yang berwarna merah-cokelat. Reaksi
pencoklatan maillard dan karamelisasi berperan terhadap warna produk yang
disterilisasi. Perubahan tersebut pada daging dikehendaki. Garam nitrit atau
nitrat di tambahkan pada produk olahan daging untuk mengurangi resiko
pertumbuhan C.botulinum, juga untuk mendapatkan warna daging yang
cerah dari nitrit oksidamioglobin dan metmioglobin nitrit.
Pada sayuran dan buah-buahan,
klorofil diubah menjadi faeofitin, karatenoid berisisomerisasi dari 5,6
etoksida menjadi 5,8 etoksida yang mempunyai intensitas warna lebih
rendah serta antosianin didegradasi menjadi berwarna cokelat. Selama
penyimpanan perubahan warna produk pangan yang dikalengkan terjadi. Sebagai
contoh, jika besi atau tima dari kemasan kaleng beraksi dengan antosianin
berbentuk pigmen berwarna ungu. Jika leukoantisianin yang tidak berwarna
bereaksi dengan logam tersebut berbentuk kompleks antosianim yang berwarna
merah muda. Pada produk susu, perubahan warna yang terjadi diakibatkan oleh
sedikit karamelisasi dan reaksi Maillard.
2)
Perubahan
Bauh dan Cita Rasa
Daging kaleng mengalami perubahan
yang kompleks seperti pirolisissilkan, diaminasi, dan dekarboksilasi asam
amino, degradasi, reaksi maillard dan karamelisasi karbohidrat berbentuk
furfural dan hidroksimetilfurfural, serta oksidasi dan dekarboksilasi lipid.
Interaksi antar komponen tersebut menghasilkan lebih dari 600 senyawa cita rasa
dan bauh.
Pada sayuran dan buah-buahan,
perubahan terjadi akibat reaksi kompleks yang menjakup dekradasi, rekominasi
dan folatilisasi aldehid, keton, gula,lakton, asam amino, dan asam-asam
organic. Pada susu, pembentukan cita rasa matang (cooked
flavor) disebabkan oleh denaturasi protein whey membentuk hydrogen sulfida
dan pembentukan lakton dan metilketon akibat oksidasi lipid. Pada proses UHT,
perubahan tersebut lebih sedikit terjadi dan cita rasa serta bauh alami produk
dan bahan pangan dapat dipertahankan.
3)
Perubahan
Tekstur Dan Viskositas
Pada daging kaleng, perubahan
tekstur disebabkan koagulasi dan penurunan daya ikat air dari protein.
Akibatnya, terjadi pengerutan dan daging menjadi kaku. Pelunakan terjadi akibat
hidrolisikolagen, pelarutan gelatin yang berbentuk dari hasil hidrolisis
kolagen, dan pelelehan fraksi lemak yang terdispersi dalam jaringan daging.
Poli fosfat biasa ditambahkan pada daging untuk meningkatkan daya ikat air.
Polifosfatase dapat mengurangi pengerutan dan meningkatkan keempukan daging.
Pada buah dan sayur-sayuran, pelunakan disebabkan oleh hidrolisis
senyawa-senyawa pectin, gelatinisasi pati, pelarutan persial hemiselulosa, yang
dikombonasikan dengan penurunan turgor (tekanan sel). Garam kalsium dapat
ditambahkan pada proses blansing seperti telah dijelaskan untuk meningkatkan
kekerasan buah dan sayuran kaleng garam kalsium yang digunakan dapat beragam
bergantung pada jenis bahan. Misalanya, kalsium hidroksida digunakan untuk
ceri, kalsium klorida untuk tomat, dan kalsium laktat untuk apel. Penggunaan
jenis garam kalsium yang berbeda disebabkan oleh perbedaan proporsi peptin yang
didemitilasi.
Pada proses pengalengan daging,
waktu relative lama di butuhkan untuk hidrolisis kolagen dan suhu relative
rendah dibutuhkan untuk mencega daging menjadi kaku.
4)
Perubahan
Nilai Gizi
Faktor penting yang harus di
perhatikan pada proses pengolahan adalah perubahan nilai gizi. Pengalengan
menyebabkan hidrolisis karbohidrat dan lipid, tetapi kedua kompnen tersebut
tetap mempunyai ketersediaan hayati yang baik dan nilai gizinya tidak berubah.
Protein terkoagulasi dan biasannya penurunan asam amino terjadi sebesar 10-20%.
Keturunan kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan kadar
triptofan kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan triptofan
dan metionin menurunkan nilai biologi protein sebesar 6-9%
Penurunan kadar vitamin terjadi
terutama pada tiamin (50-75%), dan asam pantotenat (20-35%). Pada buah-buahan
dan sayuran kaleng penurunan vitamin terjadi pada hamper semua vitamin larut
air terutama asam askorbat. Penurunan tersebut beragam bergantuk pada jenis
produk pangan, kadar residu oksigen dalam kemasan, dan metode pesparasi sebelum
pengalengan (missal pengupasan dan pengirisan atau bansing). Pada sejumlah
produk , sejumlah vitamin larut dalam sirup atau medium lain ynag juga
dikomsumsi, sehingga terjadi penurunan pada proses sterilisasi metode UHT,
penurunan vitamin hanya sedikit terjadi.
Sterilisasi pada daging tiruan
yang dibuat dari kedelai dapat meningkatnkan nilai gizinya berkaitan dengan
inerfiktasi komponen antitrypsin. Antitrypsin merupakan protein yang dapat
berikatan dengan enzim tripsin dalam pencernaan sehingga menurunkan
ketersediaan hayati protein.
Dan setelah sterilisasi dilakukan
secara baik, dipaparkan Purwiyatno lebih lanjut, ada tiga syarat yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan kesegaran produk, yakni perlakuan pemanasan yang
cukup, pengemasan dan pengkeliman (penyegelan) kemasan secara hermetis (kedap),
dan penanganan kemasan dengan baik dengan memastikan integritas sambungan dan
penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan setelah pemanasan
Adapun
tujuan dari sterilisasi secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Mencegah
terjadinya infeksi
b.
Mencegah
makanan menjadi rusak
c.
Mencegah
kontaminasi mikroorganisme dalam industri
d.
Mencegah
kontaminasi terhadap bahan- bahan yang dipakai dalam melakukan biakan murni.
B.
Blanching
1.
Pengertian
Blanching
Dalam kehidupan sehari-hari
seringkali kita menemui bahan pangan nabati seperti buah dan sayur dalam bentuk
produk beku, kering atau kalengan. Bentuk olahan-olahan tersebut disukai karena
selain dapat memperpanjang umur penyimpanan bahan, proses produksinya juga
dipermudah karena akan mempersingkat waktu pengolahan bahan tersebut
menjadi produk akhir. Selama proses pembekuan, pengeringan, pengalengan maupun
selama proses penyimpanannya, bahan pangan tersebut dapat mengalami penurunan
mutu dan nutrisi, sehingga dibutuhkan suatu proses pemanasan awal yang dikenal
dengan istilah blanching. Blanching adalah proses perlakuan pemanasan
awal yang biasanya dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses
pembekuan, pengeringan atau pengalengan.
2.
Jenis
Peralatan Blanching
a)
Water
Blanching
Pada metode ini, digunakan air
panas (mendidih) untuk menaikkan temperatur bahan pangan, biasanya temperatur
operasi berkisar antara 70-100oC . Metode ini merupakan
metode blanching yang paling sederhana dan memerlukan biaya operasi
yang murah. Peralatan yang digunakan biasanya blancher yang memiliki
penutup, atau panci besar dengan penutup. Kekurangan dari penggunaan metode water
blanching ini adalah menghilangkan mineral dan nutrien penting yang larut
dalam air.
b)
Steam
Blanching
Metode ini disarankan untuk hanya
beberapa jenis sayuran seperti brokoli, labu, kentang dan winter squash, namun
sebenarnya bahan-bahan ini dapat menggunakan metode water
blanching. Steam blanching biasanya digunakan untuk bahan pangan yang
berukuran kecil, atau sudah dipotong dengan ukuran yang kecil. Waktu pemrosesan
dengan steam blanching biasanya 1.5 kali lebih lama dibandingkan
dengan metode water blanching. Pada steam blanching, produk diangkut
oleh belt conveyor melalui ruang uap dengan temperatur sekitar 100oC
yang diinjeksikan ke dalam peralatan. Keunggulan metode steam
blanching ini adalah meminimasi kehilangan komponen pangan yang larut
dalam air seperti vitamin, protein, mineral dll ,memiliki efisiensi energi yang
lebih tinggi serta meminimisasi tingkat BOD yang terlarut.
c)
Hot
gas Blanching
Penggunaan gas cerobong dari
pembakaran gas pada medium pemanas digunakan untuk memanaskan bahan pangan,
sehingga terjadi proses blanching. Dengan menggunakan metode gas
blanching akan mengurangi limbah yang dihasilkan, namun seringkali
mengakibatkan berkurangnya berat produk. Penggunaan hot gas
blanching tidak digunakan dalam industri dan kebutuhan dalam penelitian
lebih lanjut.
d)
Microwave
Blanching
Penelitian tentang penggunaan microwave untuk blanching telah
dimulai pada tahun 1940an, penggunaan microwave memiliki potensi yang
cukup besar untuk dipergunakan pada skala industri, namun untuk menggunakannya
secara konvensional perlu peninjauan lebih lanjut. Pada umumnya,
penggunaan microwave blanching dalam skala industri terbatas, karena
masih terbatasnya ketertarikan industri untuk menggunakan metode ini. Hal ini
disebabkan mereka harus mengganti semua peralatan (umumnya dengan steam
blanching atau water blanching) serta tidak lebih menghemat waktu
dibandingkan dengan metode lainnya.
3.
Metode
Blanching
Proses blanching dilakukan
dengan memanaskan bahan pangan pada suhu kurang dari 100oC dengan
menggunakan air panas atau uap air panas. Contoh
proses blanching yaitu mencelupkan sayuran atau buah di dalam air
mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit.
Setelah dilakukan proses
pemanasan bahan pangan, biasanya dilanjutkan dengan proses pendinginan yang
bertujuan untuk mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus dan
sebagai proses pencucian setelah blanching. Proses pendinginan dilakukan segera
setelah proses blanching selesai. Bahan dibenamkan ke dalam air es
selama beberapa waktu, biasanya lamanya waktu untuk proses pendinginan sama
dengan lama waktu yang digunakan untuk blanching. Waktu pendinginan ini
tidak boleh terlalu lama, karena dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan
komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin. Untuk meminimalkan
kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin, maka proses
pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin sebagai media
pendinginnya.
Setiap bahan pangan memiliki
waktu proses blanching yang berbeda-beda untuk inaktivasi enzim,
tergantung pada jenis bahan tersebut, metode blanching yang digunakan, ukuran
bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Pada Tabel dibawah ini dapat
dilihat lama waktu blanching dari beberapa jenis bahan pangan :
Sayuran
(dalam air suhu 100oC)
|
Waktu blanching (menit)
|
Brokoli
|
2-3
|
Jagung
|
2-3
|
Bayam
|
12
|
Beet
ukuran kecil, utuh
|
3-5
|
Beet
dipotong dadu
|
3
|
Idealnya,
lama waktu yang diperlukan untuk proses blanching adalah pas tidak terlalu lama atau
terlalu sebentar. Proses blanching
yang berlebihan akan menyebabkan produk menjadi matang, kehilangan flavor, warna, dan
nutrisi-nutrisi penting yang terkandung didalamnya karena komponen-komponen
tersebut dapat rusak dan terlarut kedalam media pemanas (pada proses blanching dengan air panas atau steam).
Sebaliknya,
waktu blanching yang terlalu sebentar akan mendorong
meningkatnya aktivitas enzim perusak dan menyebabkan kerusakan mutu produk yang
lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami proses blanching.
Proses
blanching salah satunya bertujuan untuk menjaga mutu produk, dengan cara
menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan. Enzim tersebut di
nonaktifkan karena dapat mengganggu kualitas pangan saat dilakukan proses
pengolahan selanjutnya. Contohnya ialah enzim polifenolase yang
menimbulkan pencoklatan pada bahan pangan buah-buahan.
Dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis
enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan
enzim-enzim yang lain. Baik enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan
kerusakan pada buah dan sayuran. Namun karena sifat ketahanan panasnya yang
tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator
bagi kecukupan proses blanching.
Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada
buah dan sayuran yang telah di blanching,
maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan
baik.
Pada
proses blanching prinsipnya adalah melewatkan bahan pangan menuju uap
pemanas dan media pendingin (dapat berupa udara atau air).
Proses blanching dalam skala industri dilakukan pada Rotary Drum
Steam Blancher. Ini merupakan suatu alat dimana proses blanching berupa
pemanasan dan pendinginannya dilangsungkan dalam suatu drum yang berputar.
Proses pemanasan di dalam alat umumnya dilakukan pada suhu 70-80oC
bergantung pada jenis bahan pangan dan menggunakan uap jenuh. Sementara untuk
proses pendinginan dipilih menggunakan media pendingin berupa air kondensat.
Blanching
dengan air panas tidak selalu diinginkan, terutama pada buah potong yang akan
dimakan dalam bentuk segar dan buah beku yang akan dikonsumsi dalam bentuk
segar (tanpa pemasakan) setelah proses thawing. Pada buah potong yang akan
dikonsumsi dalam bentuk segar, proses blanching dapat menyebabkan perubahan
karakteristik sensorik ‘khas buah segar’-nya. Sementara pada buah beku,
kerusakan panas yang terjadi selama blanching pada beberapa jenis buah
menyebabkan perubahan flavor dan tekstur buah (tekstur menjadi porous seperti
gabus) setelah dithawing. Kondisi ini menyebabkan buah menjadi tidak layak
untuk dikonsumsi segar. Untuk kasus seperti ini, maka digunakan metode
alternatif lain untuk menghambat perubahan enzimatis terutama reaksi
pencoklatan.
Beberapa
metode yang bisa digunakan sebagai pengganti blanching pada pembuatan buah beku
adalah inaktivasi enzimatis secara kimia, menghindarkan kontak dengan oksigen
(misalnya dengan mengemas buah dalam larutan gula) dan perendaman dalam larutan
yang mengandung anti oksidan (misalnya asam askorbat).
Contoh lain
proses blanching diterapkan pada buah-buahan. Proses blanching ini bertujuan
untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah- buahan. Buah yang paling
mudah mengalami pencoklatan adalah apel. Blanching yang dilakukan pada buah-
buahan ini adalah dengan memberikan panas terhadap bahan pangan melalui
perendaman bahan dalam air yang mendidih atau pemberian steam dalam waktu yang
relatif singkat.
Untuk apel,
setelah dikupas dan dipotong- potong selanjutnya apel direndam di dalam air
panas selama 3 menit dengan suhu mencapai 82-93°C. Setelah proses perendaman
selesai, apel direndam dalam larutan vitamin C. Dengan takaran vitamin 200
miligram per liter. Sehingga akan diperoleh apel yang tetap segar dengan
tambahan vitamin C. Selain itu, proses blanching untuk buah- buahan dapat
dilakukan dalam larutan garam kalsium dengan tujuan untuk memperbaiki kekerasan
buah dengan terbentuknya kalsium pektat. Kekerasan buah setelah diblanching
juga dapat diperbaiki dengan bantuan pektin, karboksimetil dan alginat.
4.
Pengaruh
Blanching Terhadap Produk Pangan
Beberapa
parameter yang dapat dilihat dalam pemrosesan blanching diantaranya
adalah :
a)
Rasa
(flavor)
Secara langsung dan tidak
langsung proses blanching memengaruhi rasa pada berbagai produk
pangan dengan menginaktivasi enzim tertentu dalam produk tsb. Selain
itu blanching juga meningkatkan retensi rasa dan seringkali
menghilangkan rasa pahit yang tidak diinginkan dalam pangan.
b)
Tekstur
Blanching dapat
menyebabkan softening dari produk pangan yang tidak diinginkan, namun
hal ini dapat diatasi dengan penambahan kalsium pada pangan tsb. Selain itu,
penggunaan kombinasi temperatur rendah pada bahan mentah terbukti telah efektif
dalam proses firming pada sayuran kaleng. Parameter untuk melihat
struktur pada bahan pangan diantaranya adalah kerenyahan, kegaringan, serta
pengukuran instrument seperti gaya geser maksimum.
c) Warna
Perubahan warna pada
proses blanching terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Contohnya dalam pengolahan kentang, dimana blanching akan mengurangi
kadar gula, kemudian akan memengaruhi perubahan warna pada kentang, dimana biasanya
terjadi reaksi Maillard. Dalam industri, makanan pada umumnya perbandingan
warna secara visual dilakukan dengan metode instrument berdasarkan reflektansi.
d) Nilai Gizi
Secara
umum, blaching akan menurunkan nilai nutrisi dalam makanan, terutama
ketika menggunakan air dalam prosesnya. Beberapa nutrisi yang kemungkinan akan
hilang pada saat pemrosesan diantaranya adalah vitamin C, vitamin B1, vitamin
B2, karoten, dan beberapa mineral lainnya.
Sayuran hijau yang diberi
perlakuan blanching sebelum dibekukan atau dikeringkan mutu wama
hijaunya lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang tidak
di blanching terlebih dahulu. Dalam pengalengan sayuran dan
buah-buahan, blanching dapat menghilangkan gas dari dalam jaringan
tanaman, melayukan jaringan tanaman agar dapat masuk dalam jumlah banyak dalam
kaleng, menghilangkan lendir dan memperbaiki warna produk. Alat yang digunakan
untuk proses blanching adalah blancher dimana proses yang terjadi bertujuan
untuk:
1) Menonaktifkan enzim alami yang
terdapat pada bahan pangan.
2) Membunuh sebagian jasad renik yang
terdapat pada bahan pangan.
3) Mematikan jaringan-jaringan bahan.
4) Menghilangkan kotoran yang melekat
pada sayuran.
5) Menghilangkan zat-zat penyebab lendir
pada sayuran.
6) Mengeluarkan gas-gas, termasuk O2 dalam
jaringan buah atau sayuran.
7) Mempertahankan mutu sensorik dan
nutrisi dari buah dan sayur.
C. Pasteurisasi
1.
Pengertian
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan
baku dengan suhu di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan
pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak
mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak
membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering diikuti dengan teknik lain
misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Produk
hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari
sedang jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu.
2.
Metode
Pasteurisasi
a.
Pasteurisasi
dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST),
yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 750C
dengan alat Plate Heat Exchanger.
b.
Pasteurisasi
dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT)yakni
proses pemanasan susu pada suhu 610C selama 30 menit.
c.
Pasteurisasi
dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memnaskan
susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan
tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran
susu pada alat pemanas.
3.
Proses
Pasteurisasi
a.
Pasteurisasi Batch
Pasteurisasi
batch adalah metode pasturisasi tertua, paling sederhana dan paling
cocok untuk memproses volume yang relatif kecil produk. Pasteurisasi batch
dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi
tertentu, selanjutnya dikemasdalam kemasan steril dengan teknik pengisian hot
filling. Pasteurisasi batch merupakan alat yang berupa tangki berjaket yang
dikelilingi air atau uap yang bersirkulasi. Pemanasan dan pendinginan pada
pasteurisasi batch, dilakukan dalam jaket, agar media pemanas maupun pendingin tidak bercampur dengan bahan
yang akan dipasteurisasi. Di dalam tangki, bahan dipanaskan selama holding time sambil diaduk
kemudian didinginkan. Pendinginan dilakukan pada tangki yang sama dengan pemanasan. Pendinginan dilakukan dengan
mengganti airpanas dengan air dingin yang dialirkan melalui pipa yang
sama. Pendinginan dilakukan sampai suhu Pasteurisasi juga ada yang dilakukan
dengan cara memodifikasi aliran bahan. Misalnya pada bahan susu, bisa
dipanaskan lebih dulu di plate atau tubular HE sebelum masuk ke dalam tangki
batch. Pada pasturisasi batch terdapat beberapa komponen, antara lain:
mechanical agitator, top filling line, dan special valve untuk pengosongan di bagian bawah. Selain
itu juga terdapat indicating thermometer, air space thermometer, dan recording
thermometer. Mechanicalagitator pada pasteurisasi batch berfungsi untuk
mengaduk produk saat pemanasan atau pendingin agar partikel berat seperti gula
dapat tercampur dan heat transfer menjadi lebih besar. Kekuatan agitasi harus
diatur agar busa yang terbentuk tidak banyak. Indicating dan airspace thermometer dipakai untuk
membaca suhu produk dan udara dalam batchpasteuriser. Sedangkan record thermometer untuk
membaca suhu dan waktu dari produk pasteuriser.
Pasteurisasi cara batch biasanya digunakan oleh
industri susu skala kecil mengingatkapasitas pengolahan susunya yang masih terbatas jumlahnya. Kebutuhan akan energi cukup besar
untuk membuat air pemanas dan air pendingin untuk memanaskan dan mendinginkan
susu, sementara susu yang dihasilkan dalam jumlah yang sedikit. Ini sangat
berpotensimengalami kerugian dalam setiap proses pasteurisasi susu. Pasteuris
batch juga sering digunakan untuk memproses produk seperti yogurt, mentega
susu, dan produk kental seperties krim. Contoh operasi pada pasteuriser batch:
produk susu yang dipanaskan pada 149°Fatau 65°C selama 30 menit, diikuti dengan
pendinginan cepat ke sekitar 39° F atau 4° C. Pada suhu di atas 66 °C terjadi
degradasi flavor dan pemisahan krim terhambat karena lipida dari membran lemak
telah rusak.
b.
Pasteurisasi
kontinyu
Pasteurisasi kontinyu dikenal
juga dengan pasteurisasi HTST. Pasteurisasi dilakukan dengan menggunakan pelat
pemindah panas (plate heat exchanger). PHE terdiri dari bagian pemanasan
(heating), regenerasi (regeneration), dan pendinginan (cooling). Adanya bagian
regenerasi dapat menghemat kebutuhan pemanas dan pendingin hingga
90%. Temperatur dan waktu minimum yang dibutuhkan pada metode HTST adalah
80oC selama 25 detik. Proses berlangsung tanpa terputus, yaitu bahan
yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan dan langsung
dikemas. Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses
yang lebih singkat dibandingkan metode batch. Pasteurisasi cara HTST atau
kontinyu dimanfaatkan oleh industri susu skala besar yang memerlukan
teknologi tinggi serta energi yang besar pula. Contoh besar panas yang
dibutuhkan untuk pasteurisasi kontinyu pada susu yaitu pemanasan dilakukan pada
161°F atau 72°C, setidaknya selama 16 detik, kemudian didinginkan sampai suhu
39°F atau 4°C atau lebih dingin. Pada proses ini, 90-99% bakteri mati dan
terjadi perubahan pada lemak, laktosa, dan kasein. Komponen Plate Heat
Exchanger pada pasteurisasi kontinyu, antara lain
1.
Pemanas
susu (heater ) memanaskan susu dengan air panas hingga 80⁰C.
2.
Regenarasi
susu (Regenerator) memanaskan susu dari tangki pencampur dan susudari unit
heater
3.
Flow
Diversion Valve (FDV), memindahakan aliran susu ke holder secara otomatis pada
suhu susu yang telah ditetapkan (misalnya 80⁰C).
4.
Penahan
suhu (holder) mempertahankan suhu susu yang berasal dari heater selama15-16
detik.
5.
Pendingin
awal (cooler) mendinginkan susu yang datang dari regenerator dengan air sumur.
6.
Pendingin
lanjut (chiller) mendinginkan susu yang datang dari cooler dengan air es hingga
suhu 4 – 8⁰C.
4.
Pengaruh
Pasteurisasi Terhadap Produk Pangan
Produk hasil
pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari sedangkan
jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan selama 1 minggu. Pasteurisasi memiliki
tujuan:
1)
Untuk
membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapatmenimbulkan
penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya
Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti. Selain itu, pasteurisasi
dapat mengurangi populasi bakteri. Bakteri Mycobacterium tuberculosis
adalah jenisbakteri yang tidak membentuk spora.
2)
Untuk
memperpanjang daya simpan bahan atau produk. Proses pasteurisasi sedikit
memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara membunuh
semuamikroorganisme patogen (penyebab penyakit) dan sebagian besar
mikroorganisme pembusuk, melalui proses pemanasan. Karena tidak semua
mikroorganisme pembusuk mati oleh proses pasteurisasi, maka untuk memperpanjang
umursimpannya produk yang telah dipasteurisasi biasanya disimpan di refrigerasi
yang beroperasi pada suhu rendah atau
pendinginan dengan cepat setelah pemanasan diperlukan untuk mencegah
tumbuhnya bakteri yang masih hidup.
3)
Dapat menimbulkan
citarasa yang lebih baik pada produk
4)
Pada
susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak. Fosfatase terdapat
pada susu segar mentah dan diinaktifkan melalui pasturisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi, Tien R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.